HARAPAN MASA LALU
By: Siti Nurhikmah M
Batin Neta tersentak kaget. Ia tak percaya pada apa yang ia lihat kemarin. Sosok masa lalu yang telah lama pergi dari hidupnya tiba-tiba muncul dengan senyuman khas kenangan. Sapaan layaknya sosok lama yang tiba-tiba dihadirkan kembali di hidup Neta, membuatnya cukup kebingungan mengatur rasa di hati. Kebersamaan yang mereka lalui di hari-hari sebelumnya memang tak bisa ia pungkiri, rasa yang tak sebiasa pada orang-orang di sekelilingnya. Beribu masa indah mereka renda bersama dalam bingkai kisah-kasih ‘cinta monyet’.
Mereka memang sudah terpisah sekitar 6 tahun yang lalu ketika Vino harus ikut Ayahnya karena pindah tugas keluar kota. Satu kenyataan perih yang harus mereka jalani. Berdalih pada perbedaan jarak dan waktu, akhirnya mereka memilih untuk mengakhiri renda yang mereka buat itu dan menggantinya dengan sebuah ikatan persahabatan. Satu-satunya keputusan yang dirasa paling bijak, setidaknya untuk mereka, untuk saat itu. Namun ternyata tak mudah untuk dilalui. Kebiasaan hidup dari keseringan bersama membuat mereka linglung, karena kini perbedaan jarak dan waktu itu menjadi nyata. Kelinglungan pun akhirnya mereka siasati dengan komunikasi via-telepon, via-sms hingga melibatkan semua situs jejaring sosial yang mereka punya.
Sekali lagi, perbedaan jarak dan waktu sekaligus tempat mereka beraktivitas menjadi sandungan besar, hingga pada akhirnya mereka betul-betul terpisah. Enam tahun sudah semuanya telah berlalu, telah terkubur oleh tumpukan kenangan-kenangan baru tanpa saling melibatkan satu sama lain.
Entah bagaimana dengan perasaan Vino di sana. Entah bagaimana pula hidup Vino di kota barunya, yang pasti adalah di sini, di kuburan indah masa lalu, Neta masih tetap menjaga perasaannya untuk sosok yang pernah menjadi special itu. Walau sejujurnya ia sendiri tak tahu pasti mengapa sampai demikian. Mengapa seolah-olah dirinya hanya melibatkan hati tanpa menghadirkan logika jika sudah menyangkut mahluk ciptaan-Nya yang satu itu. Mungkin benar kata pepatah yang berbunyi “cinta pertama sulit dilupakan”. Tak bisa Neta tutupi, Ia sudah terlanjur menyayangi sang mantan. Harapannya adalah suatu hari Vino kembali dan melanjutkan cerita indah yang sempat terhenti dan menggantinya dengan sesuatu yang lebih menyenangkan.
¶¶¶
Kehadiran Vino yang mengejutkan kemarin membuat gajolak kebimbangan di hati Neta membuncah. Ada kesenangan tersendiri, tapi justru sakit-lah yang lebih mendominasi hatinya. Kenyataan berpaling dari harapan. Setidaknya, itulah kekecewaan yang masih menjadi selimut hatinya. Pertemuan yang seharusnya menyenangkan kini menjadi mimpi buruk harapan lalu. Vino telah bersama yang baru. Mungkin Vino telah melupakan semua kenangan bersama Neta 6 tahun silam. Parahnya lagi, ternyata orang yang kini bersama Vino adalah teman sekaligus tetangga baru Neta, Yana. Kenyataan ini melebihi pahit, karena Neta harus bertemu Vino saat acara pindah rumah yang diadakan keluarga Yana kemarin.
Tak hanya lebih dari sekadar pahit, perih, atau sederet kata yang bermakna luka. Kekecewaan yang terbungkus penyesalan hilir mudik di hati dan pikirannya. Butiran lembut nan bening yang sedari tadi menjadi temannya tak mau kalah. Kucurannya makin lama semakin deras.
Kesedihan Neta semakin menjadi saat tiga buah diary yang penuh dengan puisi dan cerita rindu untuk sang masa lalu, ia buka. Neta memang sengaja meluangkan waktunya di tengah kesibukan dan tugas sekolah untuk menulis sastra kenangannya. Meramu kata menjadi sebaris kalimat. Kemudian menyatukannya dalam berbait puisi, tanpa lupa menyematkan beberapa doa yang menjadi harapan pada Vino. Sejenak ia sempatkan jarinya menyeka air pipi walau tak beberapa lama matanya kembali berkaca dan akhirnya menjatuhkan butiran lembut nan hangat. Tangisan hatinya, lagi, menjelma berbulir melalui mata.
Butuh waktu memang untuk seorang Neta menenangkan diri. Mata sembabnya yang sedari malam dibanjiri belum juga normal. Sakit hatinya masih mencari obat. Namun, untunglah tak beberapa lama, ia tersadar dari semuanya. Ya, Neta harus bisa mengikhlaskan apa yang telah Vino pilih. Karena hati tak dapat diatur sesuai kehendak cinta.
Sakit hatinya beberapa waktu lalu kini menemukan obatnya. Sesuatu yang ia temukan seusai sholat. Kekecewaannya kini berganti menjadi sebuah kesyukuran. Ia bersyukur karena Allah masih menjaga kesuciannya. Menjaga mata, telinga, hati dan pikirannya dari ‘zina’. Bukankah dalam Al-Qur’an disebutkan bahwasanya setiap anak cucu Adam dilarang untuk mendekati Zina? Kini, Neta kembali menangis. Ia baru menyadari betapa bodohnya dirinya karena mampu terkalahkan oleh perasaannya selama bertahun-tahun.
0 KOMEN:
Post a Comment